Mengapa Saturnus Tetap Panas Walaupun Jauh Dari Matahari

Masih ingatkah detik-detik terakhir wahana  Cassini jatuh ke dalam atmosfer Saturnus pada 2017 silam ?? Saat itu wahana tersebut hancur sebelum benar-benar memasuki atmosfer Saturnus. Di situlah muncul pertanyaan mengapa atmosfer Saturnus begitu panas meski jauh dari matahari hingga Cassini pun hancur sebelum menyentuh atmosfer Saturnus.

NASA masih mendapatkan pengetahuan dan wawasan tentang Saturnus dari sebuah pesawat ruang angkasa Cassini yang mati pada 2017 silam. Pesawat tu pernah meneliti dari dekat planet itu selama 13 tahun lamanya.

Cassini telah membantu para ilmuwan untuk menemukan mengapa atmosfer atas Saturnus begitu panas. Selama beberapa dekade, mempertanyakan alasan mengapa atmosfer Saturnus sangat panas.


Sebab, seperti yang diketahui, planet ini memiliki jarak yang terlalu jauh dari matahari untuk menerima panas bintang kita. Tetapi, menggunakan data lama dari Cassini, para ilmuwan lebih dekat untuk memecahkan misteri ini.

Penelitian baru ini merupakan buah karya NASA dan Badan Antariksa Eropa dan dipimpin oleh Zarah Brown. Brown yang merupakan seorang mahasiswa pascasarjana di Lunar and Planetary Laboratory Universitas Arizona itu menyarankan bahwa aurora-lah yang memanaskan atmosfer Saturnus.


Aurora ini dipicu oleh aliran konstan partikel bermuatan dari angin matahari. Aurora ini berinteraksi dengan partikel bermuatan yang mengalir dari bulan Saturnus dan menciptakan arus listrik.

Wawasan ini tidak hanya membantu para ilmuwan memahami apa yang sedang terjadi di Saturnus, tetapi mungkin juga di planet-planet raksasa gas pada umumnya.


Jupiter, Neptunus, dan Uranus semuanya memiliki atmosfer atas yang anehnya panas juga. Ada juga banyak raksasa gas eksoplanet jauh di luar tata surya kita yang mungkin menunjukkan perilaku serupa. 

"Hasilnya sangat penting untuk pemahaman umum kita tentang atmosfer atas planet, dan merupakan bagian penting dari warisan Cassini," kata rekan penulis studi yang juga anggota tim instrumen Spectrograph Pencitraan Ultraviolet Pencari Cassini, Tommi Koskinen, dalam sebuah pernyataan dari NASA Jet Propulsion Laboratory .

Perjalanannya, para peneliti sebelumnya menggunakan data Cassini untuk membangun peta suhu dan kepadatan atmosfer bagian atas Saturnus. Data ini tidak diketahui sebelum pesawat ruang angkasa tiba di planet ini pada 2004 silam.

Angin matahari, pada gilirannya, mendistribusikan energi dari kutub, di mana aurora berada,  menuju khatulistiwa. Energi itu kemudian memanaskan ekuator menjadi dua kali suhu daripada yang bisa dihasilkan dari panas matahari.
Pengetahuan dari pesawat Cassini ini kemudian diarsipkan meskipun setelah pesawat tidak lagi beroperasi. Dataset khusus ini berasal dari beberapa bulan terakhir Cassini di Saturnus ketika ia melakukan 22 orbit raksasa gas yang sangat dekat sebelum dengan sengaja melemparkan dirinya ke planet ini pada 15 September 2017 lalu.

Peristiwa ini ditujukan untuk mencegah kemungkinan terkontaminasi Bumi dari bulan-bulan es Saturnus, yang dapat menampung mikroba kehidupan.

Selama enam pekan lamanya, pesawat Cassini memeriksa bintang-bintang terang di rasi bintang Orion dan Canis Major. Pesawat ini juga menyaksikan bintang-bintang bangkit dan terbenam di belakang Saturnus.

Sebab, dengan mengamati pergeseran cahaya bintang, para ilmuwan dapat belajar lebih banyak tentang kepadatan atmosfer Saturnus. Karena kepadatan berkurang dengan ketinggian, laju penurunan tergantung pada suhu, memungkinkan para ilmuwan untuk memperkirakan suhu di atmosfer atas Saturnus.

Pengamatan Cassini menunjukkan suhu memuncak di sekitar aurora. Pada gilirannya memberikan bukti bahwa itu adalah arus listrik yang membuat atmosfer atas Saturnus begitu panas. Kecepatan angin di Saturnus juga ditentukan menggunakan pengukuran kepadatan dan suhu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalamanku Kuliah Di STT Terpadu Nurul Fikri

Mengenal Timor Leste, Negara Yang Pernah Bergabung Dengan Indonesia

Planet Uranus Ternyata Kebocoran Gas